Di sepanjang jalan di Kota Bangkalan saya menemukan banyak baliho dengan foto Habib Rizieq terpasang. Di bawah foto ada tulisan: "Kami Masyarakat Madura Cinta Habaib".
Saya bertanya-tanya, ini dalam rangka apa? Karena setahu saya, empat hari sebelumnya baliho itu belum ada. Atau entah mungkin karena saya yang kurang memperhatikan, karena saat itu perjalanan tengah malam.
Saya lantas teringat peristiwa sebelumnya. Penusukan terhadap Syekh Ali Jaber, yang kemudian direspon oleh Habib Rieziq dengan mengecam pelaku. Lucunya, gara-gara pernyataan itu, Habib Rieziq justru dituduh sebagai dalang penusukan. Katanya, karena Habib tidak suka ulama yang nasionalis.
Sungguh sebuah tuduhan yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang kehilangan akal sehatnya. Atau yang menyimpan benci dan kesumat pada Habib terlalu berlebihan, sehingga memaksakan diri menanggalkan otaknya dan menggantinya dengan sabut kelapa.
Logika mana yang bisa menguatkan tuduhan itu meski barang secuil? Habib Rieziq dan Syekh Ali Jaber memiliki arah perjuangan yang sama. Keduanya sama-sama terlibat dalam momentum akbar 212. Momentum bersejarah yang menyatukan umat Islam. Mereka mungkin beda dalam menyampaikan dakwah. Syekh Ali menonjol dalam amar makruf, Habib Rieziq menonjol dalam menegakkan nahi munkar. Tapi dua hal ini bukan sesuatu yang bertentangan, justru sebaliknya, harus berjalan beriringan.
Baliho itu mungkin sebagai salah ekspresi pembelaan masyarakat Madura terhadap Habib Rieziq yang memang sudah mengkristal sejak lama. Tidak hanya di Bangkalan, baliho serupa sering saya temukan di Pamekasan, di daerah Blumbungan hingga ke utara. Semua menyuarakan kecintaannya pada Habib Rieziq.
Rasa cinta yang tersurat jelas dalam baliho itu sekaligus menurut saya menyiratkan perlawanan terhadap rezim yang masih setengah hati memulangkan Habib Rieziq ke tanah air. Apa susahnya memberikan jaminan keamanan pada ulama yang dicintai jutaan rakyat Indonesia--termasuk masyarakat Madura? Jika terhadap Syekh Ali Jaber, Menkopolhukam Mahfud MD bisa silaturahim tatap muka, mengapa terhadap ulama yang disegani oleh masyarakat di kampung halamannya, Mahfud justru tak mau bersuara?
*) Pimred Abadi.web.id
Cancel