Hanya 2 Fraksi yang Menolak, RUU Cipta Kerja Diketok Palu -->

Silakan ketik kata kunci

Recent Posts

Hanya 2 Fraksi yang Menolak, RUU Cipta Kerja Diketok Palu


RUU Cipta Kerja akhirnya disahkan menjadi undang-undang dalam sidang paripurna, Senin (5/10).

Dari 9 fraksi di DPR, hanya dua fraksi yang menolak seluruh pembahasan RUU Cipta Kerja, yaitu Fraksi PKS dan Fraksi Demokrat.

Pemerintah yang diwakili Menko Perekonomian Airlangga Hartanto menyambut baik keputusan itu. Menurutnya, UU Cipta Kerja dapat meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperluas lapang kerja.

"UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.

Namun pendapat Airlangga itu mendapat penolakan dari sejumlah akademisi.

"Aturan itu tidak hanya berisikan pasal-pasal bermasalah di mana nilai-nilai konstitusi (UUD 1945) dan Pancasila dilanggar bersamaan tetapi juga cacat dalam prosedur pembentukannya," demikian bunyi pernyataan sikap para akademisi dari 30 perguruan tinggi.

Beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja dinilai bermasalah. Mulai dari libur dan cuti yang dikurangi hingga jumlah pesangon yang disunat.

Undang-undang itu dinilai hanya menguntungkan pengusaha dan merugikan buruh.

Karena itu para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesian (KSPI) mengancam akan mogok massal pada tanggal 6-8 Oktober. Sekitar 2 juta buruh akan turun ke jalan dan menuntut keadilan. Mereka menuntut omnibus law UU Cipta Kerja ini dibatalkan.

Sebagaimana dilansir Tirto (5/10/2020), merespon ancaman buruh, Polri menginstruksikan pengerahan intelijen dan mendeteksi dini konten yang membangun narasi mendiskreditkan pemerintah. Sebaliknya, Polri memerintahkan agar membuat manajemen media yang menolak demonstrasi di masa pandemi.

"Polri tidak memberikan izin aksi demonstrasi atau kegiatan lainnya yang menyebabkan terjadinya kerumunan orang dengan tujuan mencegah penyebaran COVID-19. Ini juga sejalan dengan Maklumat Kapolri. Kami minta masyarakat untuk mematuhinya," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono.

Jelas dalam pernyataan itu, Polri melarang adanya pengerahan massa lewat demonstrasi. Kebebasan menyuarakan aspirasi di muka umum yang dijamin konstitusi dilarang keras dengan alasan pandemi.

Kenapa tidak jujur saja mengatakan bahwa apapun yang diputuskan pemerintah dan DPR tidak boleh diprotes, haram hukumnya. Supaya logika saya tidak iseng bertanya-tanya: lalu kenapa pilkada jalan terus? Padahal sama juga mengumpulkan massa, malah jauh lebih besar, hingga ratusan juta! Ketika ditanyakan itu, mereka menjawab berapi-api, "Pilkada adalah hak konstitusional warga negara."

Alangkah cerdasnya mereka. Cerdas ngibuli rakyat.

Penulis: Rafif Amir
Editor: Rafif Amir 
Join Telegram @rafifamir @rafif_amir
Cancel