Ribka Tjiptaning |
Tidak hanya itu, Ribka bahkan berani mengkritik pemerintah dan mengatakan bahwa vaksinasi adalah proyek bisnis terselubung. "Tidak boleh pemerintah berbisnis dengan rakyat," katanya.
Ribka menambahkan, pemerintah juga tidak boleh memaksakan vaksin pada rakyat. "Saya pertama yang bilang. Saya menolak vaksin, kalau dipaksa pelanggaran HAM," tandasnya.
Publik terhenyak. Ribka seperti tiba-tiba muncul dari gua pertapaannya dan memamerkan jurus-jurus yang memukau. Pernyataan anggota DPR dari Dapil Jawa Barat yang menulis buku "Aku Bangga Jadi Anak PKI" itu membuat publik dan netizen terbelah. Ada yang pro vaksin ada yang kontra vaksin.
Pembelahan itu sebenarnya sudah berlangsung lama, tapi "auman" Ribka seperti kembali membangkitkan debat kusir yang tak pernah selesai, antara yang setuju dengan vaksinasi demi kesehatan dan yang kontra vaksinasi karena dianggap sebagai bagian dari konspirasi dan proyek bisnis skala besar.
Perdebatan lebih santer lagi di tubuh umat Islam. Pertanyaan terkait kehalalan vaksin hingga rekomendasi meninggalkan sama sekali produk nonherbal akan menjadi bahan gunjingan dan memantik "perang".
Apakah itu salah satu yang diinginkan Ribka? Sehingga umat lupa pada masalah-masalah pokok di negeri ini?
Saya belum bisa menyimpulkan. Tapi saya menangkap beberapa kejanggalan.
Pernyataan Ribka yang bertentangan dengan haluan partai bahkan bertentangan dengan kebijakan pemerintahan tak mendapatkan sanggahan serius. Baik dari jajaran DPP PDIP maupun presiden dan menteri.
Meski Ribka mengaku ditegur petinggi PDIP, tapi Hasto dalam keterangan persnya justru terkesan membela Ribka.
"Jika melihat pernyataan secara menyeluruh sebagai satu kesatuan pesan, yang disampaikan adalah mengingatkan garis kebijakan politik kesehatan yang seharusnya kedepankan kepentingan dan keselamatan masyarakat," kata Hasto.
"Mbak Ribka Tjptaning menegaskan agar negara tidak boleh berbisnis dengan rakyat. Jangan sampai pelayanan kepada rakyat, seperti yang tampak dari pelayanan PCR, di dalam praktik dibeda-bedakan. Bagi yang bersedia membayar tinggi, hasil PCR cepat sedangkan bagi rakyat kecil seringkali harus menunggu 3 hingga 10 hari, hasil PCR baru keluar. Komersialisasi pelayanan inilah yang dikritik oleh Ribka. Sebab pelayanan kesehatan untuk semua, dan harus kedepankan rasa kemanusiaan dan keadilan,” ujarnya lagi.
Jika kita memperhatikan dengan seksama, ada hal yang ingin ditampilkan dari pernyataan Ribka, yang itu justru menguntungkan PDIP: Politikus PDIP tetap peduli wong cilik.
Mungkin ini salah satu cara PDIP untuk kembali menaikkan citranya setelah babak belur dihajar kasus korupsi yang melibatkan kader-kadernya, dari pusat hingga daerah.
Jika analisa ini benar, maka setidaknya PDIP mendapatkan dua keuntungan dari pernyataan kontroversial yang dikeluarkan Ribka: keterpecahan lawan-lawan politiknya sekaligus menaikkan citra partai yang mulai terpuruk.
Analisa ini masih butuh pembuktian lebih jauh. Termasuk nanti apakah akan ada sanksi tegas buat Ribka, sebagaimana yang lazim dilakukan oleh partai terhadap anggota-anggotanya yang tidak mengikuti arahan dan kebijakan partai. Ataukah akan dibiarkan. Termasuk juga bagaiman respon pemerintah. Apakah Ribka akan diperiksa misalnya, karena tuduhan menyebar hoaks, atau dibiarkan?
Sayang, sepertinya hangatnya manuver Ribka akan tenggelam. Karena jauh ada yang lebih butuh perhatian serius dari itu. Dua musibah besar yang menimpa saudara-saudara kita di Sulbar dan Kalsel.
Duka mendalam untuk mereka.
Penulis: Rafif Amir
Editor: Rafif Amir
Cancel