Sejarah Singkat Tiongkok Modern -->

Silakan ketik kata kunci

Recent Posts

Sejarah Singkat Tiongkok Modern

 

Oleh Kyota Hamzah

 

Berdirinya negara Tiongkok saat ini tidak lepas dari masyarakatnya yang menginginkan perubahan. Berbeda dengan tetangganya, Jepang yang membuka diri terhadap dunia luar. Tiongkok pada masa Dinasti Qing masih kukuh mengisolasi diri dari pengaruh dunia luar.

Memang, hubungan dagang dengan Negara-negara Barat masih berjalan, tetapi hanya dalam hal politik dan kebudayaan. Mereka masih menutup diri dan melarang segala sesuatu yang berbau Budaya Barat. Puncaknya terjadi pada saat Perang Candu I dan II. Perang ini terjadi antara Dinasti Qing melawan Inggris beserta sekutunya dengan akhir kekalahan Dinasti Qing.

Ketika Perang Opium II dan Perang Delapan Kerajaan (walaupun aslinya Amerika Serikat bukan kerajaan), Dinasti Qing mengalami kekalahan dan banyak kehilangan kontrol terhadap wilayah, baik karena berpindah kependudukan ataupun memanfaatkan momentum untuk merdeka dari kekuasaan Dinasti Qing.

Secara tidak langsung, kekalahan yang dialami oleh pemerintah Dinasti Qing menyebabkan “Gerakan Separatisme” yang merasa kecewa dengan Sang Ratu Cixi maupun menginginkan otonomi khusus. Pemberontakan dan kerusuhan terjadi di berbagai wilayah kekuasaan mereka, baik yang mendukung maupun menentang pemerintah. Peristiwa yang melibatkan kekerasan dan pembunuhan semakin sering terlihat saat itu.

Puncak prahara terjadi ketika para reformis menginginkan reformasi di segala aspek sebagaimana rival mereka, Jepang yang sukses menjadi negara besar yang setara dengan negara-negara Barat. Pemberontakan terjadi di berbagai wilayah, hingga sebagian besar wilayahnya tidak mampu dikontrol.

Beberapa daerah yang memilih memisahkan diri dari dinasti Qing antara lain:

1. Turkistan Timur yang didominasi Muslim Uighur
2. Tibet yang didominasi Budha Himalaya
3. Henan yang didominasi Yahudi Kaifeng
4. Tanah Mongolia luar dan dalam yang didominasi Nomaden Mongol.

Serta masih banyak daerah lain yang mencoba memisahkan diri. Sedangkan Dinasti Qing  melarikan diri ke Manchuria yang berada di perbatasan Korea¬Rusia.

Ketika Perang Saudara terjadi, ada dua kekuatan dominan kelak menjadi kunci terbentuknya Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Tiongkok (Taiwan). Keduanya adalah Mao Zedong dan Chiang Kai Shek yang berperang menyatukan Daratan Tiongkok.

Berebut Pengaruh Dalam Kekosongan Tiongkok Daratan

Setelah kekaisaran Qing runtuh karena revolusi dr. Sun dan konflik internal dinasti, orang-orang yang masih setia kepada Sang Ratu pindah ke daerah yang kita kenal sebagai daerah Manchuria (perbatasan Korea Utara, Tiongkok, dan Rusia). Dengan bantuan musuh lama kekaisaran Rusia, Dinasti Qing masih bisa bernapas walaupun tidak lama, dengan harga yang mahal.

Heishenwei (kini menjadi Vladivostok) merupakan bayaran yang harus dibayar untuk sebuah keamanan kepada Rusia. Sebuah pelabuhan yang dekat dengan lautan hangat dan menjadi pengganti wilayah mereka yang hilang seperti Pulau Shakalin dan Alaska. Sedangkan Dinasti Qing terpaksa menjadi Negara Boneka.

Lalu bagaimana dengan kondisi di wilayah Qing lainnya? Dalam kurun waktu 1915¬1928 terjadi Perang Saudara dari para pemilik tanah. Hubungan antara dr. Sun dari sipil dengan Jenderal Yuan Shikai meregang, dalam hal siapa yang memimpin.

Saat di dalam negeri terjadi geger antara militer Yuan Shikai dan parlemen dr Sun, di Manchuria sendiri juga demikian. Pelindung mereka, kekaisaran Rusia mengalami geger soal revolusi kaum Komunis.

Beberapa simpatisan dari kaum Komunis ini juga mulai menyusup ke Daratan Tiongkok untuk mendapatkan kedaulatan. Jadi di Timur¬Selatan didesak kelompok Nasionalis dan di Utara¬Barat didesak oleh kelompok Komunis.

Konflik yang terjadi di Daratan Tiongkok antara pengaruh Nasionalis dengan Komunis semakin membara. Masing-masing kubu mencari dukungan dari negara-negara yang memiliki pengaruh yang kuat.

Milisi bentukan Nasionalis Tiongkok yang menamakan diri Partai Kuo Min Tang bekerja sama dengan Jerman pasca perjanjian Versailles dalam hal militer dan industri. Sedangkan Milisi bentukan Komunis Tiongkok yang menamakan diri Partai Komunis Tiongkok bekerja sama dengan induknya, Uni Soviet sebagaimana yang dilakukan oleh rivalnya.

Konflik terus berlanjut dan memuncak ketika dr. Sun meninggal tahun 1925. Perang pengaruh semakin kentara. Tiongkok mengalami Perang Saudara sampai Jepang masuk ke Tiongkok Daratan tahun 1932. Jepang memanfaatkan kekeruhan Tiongkok dalam menguasai wilayah tidak bertuan itu.

Dua kekuatan ini (Partai Kuomintang dan Partai Komunis Tiongkok) akhirnya bekerja sama untuk sementara waktu mengusir Jepang di tanah mereka. Meski Kuomintang bekerja sama dengan sekutunya, Jepang (dalam hal ini adalah Jerman), tetapi mereka tidak dapat sokongan bantuan yang berarti dan akhirnya mereka (Kuomintang) bekerja sama dengan Amerika Serikat dan Uni Soviet untuk mengusir Jepang.

Setelah Jepang menyatakan kalah pada tahun 1945, dua entitas ini kembali melanjutkan gegernya. Musuh bersama mereka telah pergi dan Perang Saudara kembali dilanjutkan. Ada kesalahan fatal yang dilakukan oleh pihak sekutu di mana persenjataan diberikan kepada pihak milisi Komunis Tiongkok lebih dominan dibandingkan dengan milisi Nasionalis Tiongkok yang membalik keadaan.

Awalnya pihak Nasionalis Kuomintang yang dominan di Tiongkok Daratan, menjadi berbalik posisi, belum lagi bantuan dari Uni Soviet yang merasa tidak puas dengan hasil Perang Dunia II menjadikan suasana semakin runyam. Milisi Komunis Tiongkok yang berbasis di Utara mendapatkan suntikan dana dan persenjataan tambahan memukul mundur milisi Kuomintang dari Daratan Tiongkok pada tahun 1949.

Akhirnya mereka mengungsi ke Pulau Formosa dahulu merupakan jajahan Jepang dan membangun pemerintahan darurat di sana. Ratusan ribu tentara dan jutaan masyarakat yang tidak setuju dengan pemerintah Komunis memilih mengungsi ke tempat ini.

Setelah Perang Dunia II Usai

Tidak dapat dipungkiri bahwa peran Tiongkok di Perang Dunia II sangat signifikan dalam mengacaukan konsentrasi militer Jepang. Jutaan pasukan Jepang  ditempatkan di daerah ini lebih besar dibandingkan koloni lainnya. Sedangkan dalam menahan serangan, pihak sekutu militer Jepang menggunakan pasukan dari negara jajahan sebagai garda terdepan penjagaan.

Perang Pasifik yang menguras tenaga dan pikiran ini akhirnya berakhir, kala dua bom atom dari Amerika Serikat di rumah mereka sendiri dan gempuran Uni Soviet di Negara Boneka Manchuria yang sukses merebut separuh semenanjung Korea di sisi utara ini membuat kekaisaran Jepang menyerah. Tidak mungkin bagi Jepang bertahan dari tiga gempuran sekaligus (Tiongkok, Amerika Serikat, dan Uni Soviet) dan menjadi tanda berakhirnya Perang Dunia II.

Mungkin Perang Dunia II telah berakhir, tetapi bagi dua kekuatan entitas ini (Partai Kuomintang dan Partai Komunis Tiongkok) jadi tanda berlanjutnya perang saudara Tiongkok yang kedua. Pengganti dr. Sun, Chiang Kai Shek dari Kuomintang mengklaim dirinya sebagai pemegang resmi negara Tiongkok dan berpusat di daerah Nanjing.

Mereka melakukan klaim agar setelah perang usai, negara mereka mendapat pengakuan internasional. Sayangnya rival mereka, Partai Komunis Tiongkok pimpinan Mao Zedong merasa didahului oleh Kuomintang. Geger terus terjadi, korban jiwa dari pihak milisi maupun sipil terus bertambah. Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha mencari jalan tengah dari masalah yang terjadi di Tiongkok.

Walaupun terlihat menengahi konflik, sejatinya kedua negara tersebut (Amerika Serikat dan Uni Soviet) punya kepentingan masing-masing. Setelah di perjanjian Yalta keduanya merasa saling curiga dan berusaha menancapkan pengaruhnya di dunia internasional. Secara tidak langsung, keduanya memberi dukungan kepada masing-masing kubu di Tiongkok Daratan.

Meski kubu Kuomintang lebih unggul dalam hal persenjataan, tetapi kubu Komunis memiliki keunggulan dalam hal mengenal medan pertempuran. Belum lagi kelebihan senjata dari sekutu saat masa Perang Dunia II dan bantuan dari Uni Soviet, membuat kubu Kuomintang didesak mundur. Ibu kota Nanjing kini berpindah ke Beiping (kini menjadi Beijing) dan Kuomintang terpaksa mundur ke Pulau Formosa, tempat di mana pangkalan militer Amerika Serikat masih ada.

Tahun 1949 menjadi akhir Perang Saudara Tiongkok, dengan Partai Komunis Tiongkok sebagai pemenangnya. Mereka mendeklarasikan diri sebagai Repubik Rakyat Tiongkok di dunia internasional. Sedangkan kubu Kuomintang membentuk pemerintahan darurat di Pulau Formosa dengan nama Republik Tiongkok atau yang kita kenal sebagai Taiwan. Daerah yang sebelumnya merdeka dari Dinasti Qing kini dianeksasi kembali oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok seperti Turkistan Timur, Tibet, dan lainnya kecuali Mongolia yang menjadi tanggung jawab Uni Soviet.

Editor: Suyanik
Join Telegram @rafifamir @rafif_amir
Cancel