Oleh Rafif Amir*
Ini bukan kata saya, tapi kata dr. Tifa. Basisnya adalah ilmu neuroscience. Kajian dari tulisan-tulisan Fufufafa yang jumlahnya ribuan.
Kesimpulannya, Fufufafa mengidap gangguan obsesif kompulsif, delusi, dan adiksi seksual. Ciri-ciri yang mengarah pada gangguan jiwa skizofrenia.
Jika Fufufafa adalah orang biasa, mungkin tak terlalu menjadi soal. Namun jika benar kecurigaan banyak orang, termasuk pakar telematika Roy Suryo yang mengatakan bahwa 99,9% Fufufafa adalah Gibran, maka ini menjadi masalah besar.
Tanggal 20 Oktober, Gibran akan dilantik menjadi wakil presiden. Orang nomor dua di republik ini. Jabatan yang walau katanya tak terlalu punya peran, tapi bisa mengambil alih pemerintahan jika presiden berhalangan. Pertanyaannya, bagaimana sebuah negara besar dipimpin oleh orang yang sakit jiwa?
Kita berharap bahwa semua kecurigaan itu tidak benar. Tapi dr. Tifa lagi-lagi lewat ilmu neuroscience-nya, mengkaji body languange hingga sorot mata "tertuduh" Fufufafa terkonfirmasi patut diduga mengidap gangguan jiwa. Bahkan di luar itu, ia mengkomparasi cara bicara dan menatapnya mirip pemakai narkoba.
Agak ngeri-ngeri sedap jika itu benar. Bukan agak, tapi sangat ngeri. Lagi-lagi kita berharap kecurigaan yang didasarkan pada kajian ilmiah itu salah. 100% salah.
Harusnya, jika memang salah bisa langsung dibantah. Untuk meyakinkan rakyat, kita berharap bantahan itu langsung keluar dari lisan Gibran. Sembari ia menyatakan siap untuk diperiksa oleh tim ahli. Dengan demikian, rakyat menjadi tenang, dan "kegaduhan" ini segera usai.
Namun yang kita lihat, wapres terpilih justru menghindar. Beberapa kali acara penting tidak hadir. Termasuk acara pelantikan anggota DPR yang dihadiri presiden terpilih Prabowo Subianto.
Kenapa seakan menghindar? Semakin menjauh dari ruang publik? Apakah takut ketahuan?
Sementara itu, kasak-kusuk pemakzulan dan pembatalan Gibran dilantik semakin santer terdengar. Bahkan disebut-sebut Puan Maharani yang akan menggantikan.
Menuju 20 Oktober sepertinya masih akan panas. Rakyat gelisah dan emosional. Apakah rezim Mulyono akan benar-benar kandas atau justru semakin mengakar?
Sidoarjo, 7 Oktober 2024
Penulis buku "Masyumi, PKI, dan Politik Zaman Revolusi"
Cancel