Dominasi Pemilih Emosional dalam Pilkada Jakarta -->

Silakan ketik kata kunci

Recent Posts

Dominasi Pemilih Emosional dalam Pilkada Jakarta


Oleh rafif_amir

Kemenangan paslon 03 dalam Pilkada Jakarta adalah kemenangan pemilih emosional atas pemilih rasional. Kubu ini dimotori oleh Anies Baswedan.

Kekecewaan Anak Abah pasca Anies gagal berlayar dimuntabkan dalam Pilkada Jakarta lewat dua cara: golput dan coblos 03.

KPU mencatat prosentase golput tertinggi sepanjang sejarah Pilkada Jakarta. Menembus angka 46,95%. Hampir separuh. Setara dengan 3,8 juta pemilih. Menariknya, angka sebesar itu disumbang oleh kaum millennial dan Gen Z--kategori pemilih yang selama ini identik dengan pendukung Anies.

Padahal, di hampir semua daerah, partisipasi pemilih terbesar justru dari Gen Z dan Millennial. Di Jakarta berbeda. Gen X yang mendominasi. 

Sementara itu, para loyalis Anies yang memutuskan memilih paslon 03 karena memang Anies mengendorsnya secara terang-terangan. Janji-janji manis Pramono untuk melanjutkan legacy Anies di Jakarta tak sia-sia. Ia blusukan ke basis-basis massa Anies dan mencitrakan seolah ia akan menjadi Anies jilid II. 

PDIP memilih Pramono-Rano memang tidak serampangan. Sudah dipertimbangkan matang-matang. Pramono sosok yang relatif jauh dari kontroversi. Apalagi Rano. Si Doel yang baik hati, Betawi asli, kerjaannya sembahyang mengaji.

Background partai mereka tak lagi jadi soal.  Anies dukung ya didukung. Meski ini seolah de javu saat Anies menjadi timses Jokowi di periode pertama. Tapi mungkin mereka sudah lupa atau sengaja melupakannya.

Begitulah karakter pemilih emosional. Pilihan mereka didasari kekecewaan politik dan subyektivitas terhadap personal. Mereka tak mampu disadarkan lewat realitas politik, sebab perasaan lebih dominan dijadikan pertimbangan daripada landasan strategi dan kalkulasi politik.

Tipe pemilih seperti ini sangat berbahaya. Karena ia bisa digerakkan oleh kekuatan apapun tanpa perlu menimbang dengan jernih dampak dari pilihan-pilihan mereka.

Dalam konteks Pilkada, mereka hanya percaya: semua yang didukung Jokowi atau Prabowo pasti jelek, dan yang didukung Anies pasti baik.

Nalar kritis mereka tumpul saat sudah berhadapan dengan pilihan pujaannya. Sebaliknya, mereka tak dapat melihat dengan jujur bahwa di beberapa daerah, pilihan Jokowi dan Prabowo juga layak didukung.

Mereka tak bisa kritis misalnya, pada "penyimpangan ideologis" Anies. Padahal bukan PKS, justru PDIP-lah yang menjadi penyebab Anies gagal berlayar.

Mereka tak lagi dapat kritis pada adab politik Anies, yang disambangi oleh Presiden PKS tapi tak pernah menyambangi balik.

Mereka tak lagi dapat kritis ketika Anies mengatakan bahwa semua partai tersandera kekuasaan, sementara ia mendukung partai yang selama ini melahirkan dan membesarkan penguasa yang suka menyandera.

Pemilih emosional perlu belajar politik dengan lebih bijak dan dewasa. Bahwa politik itu bukan sinetron Indonesia, yang lakonnya dicinta dan dibenci hanya karena menyakiti atau tersakiti. 

Sidoarjo, 1 Desember 2024
Penulis buku "Menuju Bangkrut Massal (Catatan Gelap Politik 2020-2021)"


Sumber gambar: detik.com

Join Telegram @rafifamir @rafif_amir
Cancel